Sudahkan Anda Menjadi Ayah ?
Jika anda seorang lelaki, kemudian menikah dan memiliki anak,
sejak saat itu anda adalah seorang ayah. Anda akan disebut Bapak, Ayah,
Daddy, Papa, Papi, Abi, Abah –atau sebutan lain semacam itu—oleh anak
anda. Status anda secara resmi dan formal adalah seorang suami dan
sekaligus seorang ayah. Namun pertanyaannya adalah, apakah anda sudah
“menjadi” ayah ?
“Menjadi” adalah sebuah proses, namun juga hasil. Proses menjadi
ayah, dan hasil akhirnya : anda menjadi ayah. Saat berbicara proses,
untuk menjadi ayah tentu saja memerlukan sejumlah langkah dan usaha
nyata. Langkah yang dimaksud bukan hanya menikah dan memiliki anak,
namun lebih penting lagi adalah proses untuk memenuhi karakteristik
sebagai ayah. Banyak kalangan masyarakat kurang memiliki kesadaran untuk
berusaha memiliki karakter sebagai ayah. Mereka menjadi ayah
semata-mata karena proses biologis, bahwa kenyataannya mereka telah
memiliki anak.
Menjadi ayah semestinya diawali dengan menyiapkan diri untuk memiliki
karakter seorang ayah ideal, atau dalam istilah lain adalah “ayah
juara”. Paling tidak ada tujuh karakteristik yang diperlukan untuk
menjadi ayah ideal, yaitu kepemimpinan, keteladanan, kehangatan,
optimisme, kecerdasan, kekuatan dan kelembutan.
Kepemimpinan adalah salah satu
karakter yang menonjol pada diri seorang ayah. Ia harus memimpin
anak-anaknya menuju kebaikan. Ia harus memimpin rumah tangganya menuju
surga. Jangan bermain-main, menjadi ayah itu tidak boleh bersikap
sembarangan. Karena menjadi ayah adalah sebuah amanah yang akan dimintai
pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Anda pimpin kemanakah
anak-anak anda ? Anda bawa kemanakah bahtera rumah tangga anda ? Sebagai
pemimpin, enda menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas segala
hal yang terjadi pada ank-anak anda.
Di titik ini, ia dituntut memiliki karakter berikutnya yaitu keteladanan.
Pemimpin tidak cukup hanya memerintah dan mengeluarkan arahan, namun ia
harus memberikan contoh teladan dalam pemikiran, perasaan, perbuatan
dan perkataan. Semua anak akan merasa senang apabila mereka dipimpin
dengan penuh keteladanan oleh ayah mereka. Anda tidak bisa melarikan
diri dari tanggung jawab keteladanan ini, jika menghendaki anak-anak
anda menjadi pribadi yang mulia dan dipenuhi prestasi. Mungkin banyak
pemimpin yang berpura-pura baik, namun di rumah tidak mungkin ada
kepura-puraan, karena bertemu dan berinteraksi setiap hari. Maka berikan
keteladanan untuk kebaikan anak-anak anda.
Seorang ayah dituntut untuk memiliki kehangatan
dalam pergaulan keseharian. Di dalam rumah, ia adalah salah satu pusat
“kehidupan”. Jika ayah tidak memiliki kehangatan dalam interaksi dan
komunikasi dengan anak-anaknya, akan menyebabkan suasana yang dingin
bahkan bisa menjadi beku. Ayah harus memiliki suasana jiwa yang hangat,
yang menyebabkannya pandai bergaul dengan penuh keakraban dan
persahabatan dengan anak-anaknya. Suasana inilah yang menyebabkan
anak-anak akan merasa betah tinggal di rumah dan nyaman berada di dekat
ayah mereka.
Seorang ayah juga dituntut memiliki optimisme
dalam memandang dan mengarungi kehidupan. Sebagai nakhoda kapal
keluarga, ia harus mengajak semua penumpang kapal untuk melawan ombak
dan badai di tengah lautan kehidupan. Kendati ombak sangat besar dan
badai datang silih berganti, seorang nakhoda harus tetap optimis akan
bisa melalui semua rintangan tersebut dengan selamat dan sukses.
Anak-anak akan memiliki semangat yang menyala apabila dipimpion oleh
ayah yang penuh optimisme menghadapi tantangan kehidupan. Namun jika
ayah menunjukkan pesimisme, pasti akan mengalir pula sifat ketakutan
pada diri anak-anak. Mereka tidak percaya diri akan bisa mengalahkan
ombak dan badai kehidupan.
Seorang ayah dituntut memiliki kecerdasan. Ayah
yang cerdas, smart dan memiliki semangat menimba ilmu pengetahuan, akan
membuat anak-anak bangga dan berbesar hati terhadap ayahnya. Banyak
sekali peristiwa kehidupan yang harus disikapi dengan cerdas. Sejak
anak-anak lahir, seorang ayah harus membimbing, mendidik, membina dan
mengarahkan anak-anak agar menjadi salih dan salihah, menjadi anak-anak
yang cerdas, menjadi anak-anak yang berkualitas. Mendidik memerlukan
ukuran kecerdasan tertentu, maka hanya ayah cerdas yang bisa sukses
membimbin dan mendidik anak-anaknya.
Seorang ayah juga harus memiliki kekuatan.
Jadilah ayah yang kuat, bukan ayah yang lemah. Kuat bukan hanya dari
segi fisik, namun juga kuat keimanan, kuat mental dan moral, kuat
kemauan, kuat harapan dan cita-cita, kuat bekerja, kuat berkarya, kuat
berproduksi dan kuat menafkahi. Ayah yang kuat akan membawa anak-anak
menuju kepada kondisi yang kuat pula. Sebaliknya ayah yang lemah, akan
cenderung menurunkan kelemahan pula kepada jiwa anak-anaknya. Anda harus
menjadi ayah yang kuat, karena anak-anak sangat mengidolakan anda.
Jangan menjadi ayah yang lemah, yang membuat anak-anak tidak bisa
memiliki kebanggaan kepada anda.
Pada saat yang bersamaan, ayah juga harus memiliki kelembutan.
Kuat itu tidak sama dengan kasar. Kuat adalah karakter positif yang
harus dimiliki ayah untuk mendewasakan dan mematangkan anak-anaknya.
Namun itu semua dilakukan penuh dengan sikap kelembutan, tidak dengan
kekasaran. Ayah yang lembut akan menyebabkan anak-anak merasa bahagia
berada di sampingnya. Di dalam kelembutan inilah tersimpan kekuatan
untuk mempengaruhi. Dengan sikap yang lembut, seorang ayah akan sangat
kuat membawa jiwa anak-anak untuk menuju kepada sifat-sifat mulia, tanpa
perlu ada paksaan dan keterpaksaan. Namun justru membawa kesadaran
hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar