Badannya lemas, keringat mengalir deras, bercak darah terlihat di baju putihnya, saat itu si Udin baru saja pulang sekolah, ia terlibat tawuran dengan teman sekolahnya melawan sekolah lain. tradisi tawuran itu sudah lama berlangsung semenjak ia duduk di SMP kelas 3, ia pun terbiasa dengan tasnya yang berisi pisau, clurit dan gir motor. Nauzubillahiminzalik.
Kondisi ini makin memprihatinkan ketika minggu lalu pertengahan bulan September 2012 dua siswa SMA di Jakarta meninggal dunia secara mengenaskan, mereka wafat karena diserang oleh lawannya dari sekolah lain.
Jika kita mau melihat kondisi sistem sekolah kita, maka wajar bila tawuran selalu saja berulang, kondisi sekolah yang naif dalam memberikan sangsi dan kurangnya teladan serta kondisi lingkungan yang buruk mengakibatkan korban tawuran selalu bertambah. Potensi dan minat remaja sebenarnya cukup besar,namun karena sarana untuk mengembangkannya sangat minim maka mereka lebih suka menyelesaikan masalah dengan emosional.Persoalan ini ditambah dengan kurangnya perhatian yang cukup dari para orangtua yang cenderung lebih sibuk dengan urusan bisnis mereka tanpa meluangkan waktu memberikan perhatian bagi sang buah hati.
Salah satu cara paling ampuh adalah dengan membuat sistem yang tegas di semua sekolah yang di komandoi oleh Kemendikbud serta menambah jam pelajaran agama dan merombak visi komunikasi pada setiap keluarga, insya Allah masalah tawuran akan terselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar